AKURASI ARAH KIBLAT BEBERAPA MASJID KUNO DI PULAU SERIBU MASJID
Main Article Content
Abstract
Dalam sejarah Islam, penentuan arah kiblat terus mengalami perkembangan. Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, para sahabat cukup menanyakan kepada Nabi perihal arah kiblat karena apa yang dikatakannya mendekati kebenaran. Persoalan arah kiblat mengemuka bersamaan dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW dan penyebaran agama Islam di luar kota Mekah. Telah banyak metode penentuan arah kiblat yang telah ditemukan oleh para ulama, seperti Tongkat istiwa’, Rubu’ mujayyab, Kompas, Theodolite. Dengan metode-metode tersebut, penelitian ini telah meneliti dua masjid kuno yang ada di pulau Lombok, yakni Masjid Kuno Bayan Belek dan Masjid Kuno Gunung Pujut. Pendekatan kajian yang digunakan adalah ualitatif, sementara pendekatan analisisnya adalah historis-empiris, dan metode penggalian datanya adalah metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Dari hasil penelitan ini, ditemukan fakta bahwa arah kiblat dua masjid kuno baik Masjid Kuno Bayan Beleq maupun Masjid Kuno Gunung Pujut merupakan hasil ijtihad para ulama yang mendirikan masjid itu. Hal ini terjadi dengan dua alasan: pertama¸ pada saat masjid itu dibangun sekitar 300-500 tahun yang lalu, belum ditemukan peralatan modern yang dapat membantu untuk pengukuran arah kiblat masjid. Kedua, tidak adanya satupun catatan yang menuliskan terkait tata cara atau metode pengukuran arah kiblat kedua masjid kuno ini. Selanjutnya, akurasi arah kiblat antara Masjid Kuno Bayan Beleq dan Masjid Kuno Gunung Pujut cukup jauh berbeda. Kedua masjid ini memiliki tingkat akurasi yang tidak sama, artinya dimungkinkan bahwa kedua masjid ini dibangun oleh dua awlia/ulama yang berbeda. Masjid Kuno Bayan Beleq memiliki akurasi yang cukup baik, hal ini terlihat dari data yang didapatkan. Masjid Kuno Bayan Beleq memiliki angka azimuth kiblat sebesar 2990 20’ 23“ UTSB atau 290 20’ 23“ BU (Barat Laut). Sementara, Masjid Kuno Gunung Pujut memiliki kemelencengan akurasi arah kiblat yang cukup besar, dimana Masjid Kuno Gunung Pujut memiliki angka azimuth kiblat sebesar 2710 28’ 05“ UTSB atau 80 28’ 05“ BU (Barat Laut). Arah kiblat Masjid Kuno Gunung Pujut melenceng sebanyak 200 49’ 23” ke arah Selatan dari Arah Kiblat seharusnya.
Dari hasil penelitan ini, ditemukan fakta bahwa arah kiblat dua masjid kuno baik Masjid Kuno Bayan Beleq maupun Masjid Kuno Gunung Pujut merupakan hasil ijtihad para ulama yang mendirikan masjid itu. Hal ini terjadi dengan dua alasan: pertama¸ pada saat masjid itu dibangun sekitar 300-500 tahun yang lalu, belum ditemukan peralatan modern yang dapat membantu untuk pengukuran arah kiblat masjid. Kedua, tidak adanya satupun catatan yang menuliskan terkait tata cara atau metode pengukuran arah kiblat kedua masjid kuno ini. Selanjutnya, akurasi arah kiblat antara Masjid Kuno Bayan Beleq dan Masjid Kuno Gunung Pujut cukup jauh berbeda. Kedua masjid ini memiliki tingkat akurasi yang tidak sama, artinya dimungkinkan bahwa kedua masjid ini dibangun oleh dua awlia/ulama yang berbeda. Masjid Kuno Bayan Beleq memiliki akurasi yang cukup baik, hal ini terlihat dari data yang didapatkan. Masjid Kuno Bayan Beleq memiliki angka azimuth kiblat sebesar 2990 20’ 23“ UTSB atau 290 20’ 23“ BU (Barat Laut). Sementara, Masjid Kuno Gunung Pujut memiliki kemelencengan akurasi arah kiblat yang cukup besar, dimana Masjid Kuno Gunung Pujut memiliki angka azimuth kiblat sebesar 2710 28’ 05“ UTSB atau 80 28’ 05“ BU (Barat Laut). Arah kiblat Masjid Kuno Gunung Pujut melenceng sebanyak 200 49’ 23” ke arah Selatan dari Arah Kiblat seharusnya.
Article Details
How to Cite
Wafiroh, A. (2019). AKURASI ARAH KIBLAT BEBERAPA MASJID KUNO DI PULAU SERIBU MASJID. Nurani: Jurnal Kajian syari’ah Dan Masyarakat, 18(2), 161-176. https://doi.org/10.19109/nurani.v18i2.2775
Section
Artikel
Nurani by http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Nurani is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
How to Cite
Wafiroh, A. (2019). AKURASI ARAH KIBLAT BEBERAPA MASJID KUNO DI PULAU SERIBU MASJID. Nurani: Jurnal Kajian syari’ah Dan Masyarakat, 18(2), 161-176. https://doi.org/10.19109/nurani.v18i2.2775