Hakikat Kematian Menurut Tinjauan Tasawuf

Main Article Content

Murtiningsih Murtiningsih

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan tentang kematian menurut kaum sufi, Islam dan medis, menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan kaum sufi untuk mengingat kematian, dan istilah-istilah kematian dalam Al-Qur’a. Dari pemaparan di atas maka penulis dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut: Kematian menurut kaum Sufi  adalah orang hidup tetapi mati, yaitu mati rasa, tidak punya kepekaan terhadap situasi, mata memandang tetapi tidak melihat, kuping terbuka tetapi tidak mendengar, punya hidung tidak dapat mencium. Ada dua cara yang dilakukan oleh kaum sufi untuk mengingat kematian. Pertama meyakini kematian sebagai suatu kepastian. Karena tiada satupun manusia di dunia ini yang mampu bertahan hidup di muka bumi, betapapun kekuatan dan kekuasaannya. Sebab, kematian merupakan sebuah keniscayaan bagi seluruh makhluk bernyawa. Istilah-istilah kematian dalam Al-Qur`an. Kematian dalam Al-Qur`an kadang disebut dengan ajal, maut atau wafat. Ajal ada dua yaitu ajal Maqdhi ialah ajal yang sedang dijalani atau dilalui. Atau ajal yang dijatuhi hukuman padanya, yakni ajal yang bertalian dengan perbuatan manusia itu sendiri dengan dirinya atau dengan orang lain.This study aimed to describe the death according to the Sufis, Islam and medical, explains the efforts made Sufis to remember the death, and death in terms of Al-Qur'a. From exposure above the authors can conclude the following: Death by Sufis are people alive but dead, numb, has no sensitivity to the situation, the eye can see but do not see, ears open but do not hear, have a nose can not be smelt. There are two ways in which the Sufis to remember death. The first believes the death as a certainty. Because no single person in this world who is able to survive in the face of the earth, however the strength and power. Therefore, death is a necessity for all animate beings. The terms of death in Al-Qur`an. Deaths in Al-Qur`an sometimes referred to dying, death or died. Dying is twofold doom doom Maqdhi is being undertaken or impassable. Or death sentenced him, that death is related to human behavior itself with itself or with another person.

Article Details

How to Cite
“Hakikat Kematian Menurut Tinjauan Tasawuf”. Intizar 19, no. 2 (March 23, 2016): 323–342. Accessed April 18, 2025. https://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/intizar/article/view/416.
Section
Artikel

How to Cite

“Hakikat Kematian Menurut Tinjauan Tasawuf”. Intizar 19, no. 2 (March 23, 2016): 323–342. Accessed April 18, 2025. https://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/intizar/article/view/416.

References

Abu Faqih, Khozia Manajemen Kematian,Bagi Mereka Yang Merindukan Kematian Mulia, Bandung Syamil, 2004.

Al-Qarni Aidh, Drama Kematian, Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2003

Al- Qurthuby Imam, Rahasia Kematian, Alam Akhirat, dan Kiamat, Jakarta : Akbar, 2008.

Ali, Yunasril, Jalan Kearifan Sufi, Tasawuf Sebagai Terapi Derita Manusia, Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2002.

Idris, Nabhani, Renungan Tentang Kematian dan Hari Kiamat, Jakarta : Kalam Mulia, 2001.

Muthahari, Murtadha, Pelajaran Penting Al-Qur`an, Jakarta : Lentera Basritama, 2002.

Nashir, Haedar,Agama Dan Krisis Kemanusiaan Modern,Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Rahmat, Jalaluddin, Memaknai Kematian Agar Mati Menjadi Istirahat Paling Indah, Depok: Pustaka Iiman, 2008.

Quraish Shihab, Perjalanan Menuju Keabadian Kematian Surga Dan Ayat - Ayat Tahlil ,Jakarta: Lentera Hati, 2001.

--------, Lentera Hati, Bandung : Mizan, 2008.

--------,Tafsir Al- Misbah, Pesan Kesan damn Keserasian Al- Qur`an, vol 5, Jakarta ; Lentera Hati 2005.

-------Menjemput Maut, Bekal Perjalanan Menuju Allah, Jakarta : Lentera Hati, 2004.

Usman Ali, Maut dan Segala Persoalannya, Jakarta : BB, 1975.

Yahya, Harun, Sesal Sebelum Ajal, Jakarta : Pustaka Zaman, 2002