Penyamaan Batas Usia Minimum Perkawinan dalam Undang-undang Perkawinan: Analisis Maqāṣid Syarīʻah ʻAbd Allāh ibn Bayyah

Penulis

  • Qurrotul Aini Sekolah Tinggi Agama Islam Al Mujtama Pamekasan
  • Ludfi Ludfi Sekolah Tinggi Agama Islam Al Mujtama Pamekasan

DOI:

https://doi.org/10.19109/muqaranah.v7i2.20722

Abstrak

Penelitian ini ingin mendeskripsikan dan menganalisis ketentuan kesamaan batas minimum usia perkawinan dalam UU/16/2019 ditinjau dari maqāṣid syarīʻah ʻAbd Allāh ibn Bayyah, salah satu ulama kontemporer dan termasyhur, terutama di Eropa dengan metode ijtihadnya yang bertumpu kepada fikih realitas. Konsentrasi bahasannya mengenai aspek-aspek maṣlaḥah pada ketentuan tersebut dan penelusuran konsep maqāṣid syarīʻah ʻAbd Allāh ibn Bayyah serta relevansinya dengan ketentuan tersebut. Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka melalui pendekatan content analysis. Teknik pengumpulan datanya berupa dokumentasi yang terdiri dari tiga langkah, yaitu: inventarisasi data, klasifikasi data dan evaluasi data yang dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitiannya menunjukkan: pertama, secara filosofis dan sosiologis ketentuan kesamaan batas minimum usia perkawinan dalam UU/16/2019 telah memenuhi tolak ukur maṣlaḥah pada aspek ḥifẓ an-nafs dan ḥifẓ an-nasl yang berada pada tingkatan ḍarūriyah. Kedua, konsep maqāṣid syarī‘ah Ibn Bayyah merupakan bentuk revitalisasi maqāṣid syarī‘ah bersanding dengan uṣūl fiqh secara integratif melalui penggalian hukum yang bekerja secara sistemik dengan menekankan integrasi tiga aspek hukum, yakni: an-nuṣūṣ asy-syarī‘ah (teks-teks keagamaan); al-wāqi’ (realitas sosial); dan maqāṣid (jiwa hukum), sehingga menempatkan konsep maqāṣid syarī‘ah Ibn Bayyah bertumpu kepada fikih realitas yang memadukan hukum-hukum syari’at Islam dan tuntutan zaman. Dalam perspektif Ibn Bayyah, ketentuan kesamaan batas minimum usia perkawinan dalam UU/16/2019 telah memenuhi unsur maqāṣid syarī‘ah dengan menghindari mafāsid (kesulitan-kesulitan) melalui an-Naẓar ila al-Ma’ālat (memperhatikan konsekuensi yang akan datang) dalam konteks hukum keluarga pada aspek memelihara jiwa dan keturunan yang berada pada tingkatan ḍarūriyah yang berdiri kokoh berlandaskan pada prinsip kemaslahatan umum yang mencakup seluruh lapisan masyarakat.

Terbitan

Bagian

Artikel