Bahasa Sindang: Studi Historis Dan Kearifan Lokal

Bahasa Sindang: Studi Historis Dan Kearifan Lokal

Penulis

  • Dimas Setiawan Museum Perjuangan Subkoss Garuda Sriwijaya
  • Berlian Susetyo SMA Negeri Bangun Jaya, Musi Rawas, Indonesia
  • Sisca Arie Hanika Museum Perjuangan Subkoss Garuda Sriwijaya, Lubuklinggau, Indonesia

Kata Kunci:

Bahasa Sindang, Studi Historis, Kearifan Lokal

Abstrak

Sindang merupakan pertama kali muncul pada masa pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam. Wilayah Sindang merupakan daerah yang dimanfaatkan sebagai perbatasan Kesultanan Palembang Darussalam agar masyarakatnya dapat mempertahankan daerahnya dari serangan pihak luar, sehingga orang-orang Sindang ini yang menjadi cikal bakal bahasa Sindang. Metode penelitian yang digunakan ialah metode sejarah, dengan tahapan: heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Sindang tinggal di daerah dataran tinggi di sekitar pegunungan Bukit Barisan. Dalam komunitas ini, ada kelompok yang tinggal di dataran rendah di kawasan Bukit Barisan, sehingga disebut Lembak (ke Lembak atau ke bagian bawah). Seiring waktu, mereka menyebar ke berbagai daerah lain. Sehingga orang-orang di Rejang ini yang menggunakan bahasa Sindang ini lebih dikenal masyarakat Lembak. Daerah Saling terletak di sepanjang Sungai Saling yang bermuara di Sungai Beliti, yang menjadikannya daerah Muara Saling. Bahasanya menyebar melalui Sungai Beliti dan mayoritasnya menggunakan dialek Sindang (Lembak). Selanjutnya penduduk Musi Rawas dan Lubuk Linggau menyebut bahasa Sindang sebagai bahasa Col/Cul, yang menjadi identitas masyarakat lokal mereka, sebab dalam percakapan sehari-hari frekuensi pemunculan kata ‘cul’ yang berarti ‘tidak’ sangatlah tinggi. Sehingga bahasa Sindang adalah suatu rumpun bahasa yang berasal dari akar yang sama.

Referensi

Berlian Susetyo dan Ravico. (2021). "Perekonomian Masyarakat Onder Afdeeling Moesi Oeloe Tahun 1900-1942". Jurnal Rihlah, Vol. 9 (2), hlm. 20-21.
Dedi Irwanto. (2018). "Historiografi dan Identitas Ulu di Sumatera Selatan". Mozaik Humaniora, Vol. 18(2), hlm. 159.
Gusti Asnan. (2019). Sungai dan Sejarah Sumatera. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Kuntowijoyo. (1994). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Nawiyanto dan Eko Crys Endrayadi. (2016). Kesultanan Palembang Darussalam; Sejarah dan Warisan Budayanya. Jember: Tarutama.
Noermanzah. (2017). “Struktur Kalimat Tunggal Bahasa Sindang di Kota Lubuklinggau dan Pengaruhnya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. (AKSIS Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 1, No. 1, 2017), hlm. 8.
Samsudin, Wahyu Rizky Andhifany, Adhitya Rol Asmi. (2021). Dokumen Tertulis Ketatanegaraan Kedatuan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam. Palembang: UPTD Museum Negeri Sumatera Selatan.
Siti Salamah Arifin, Tarmizi Abubakar, Kusmiarti, Hairuddin, Wowo Ario Sungkono. (1996). Fonologi dan Morfologi Bahasa Sindang. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tondo. (2009). "Kepunahan Bahasa-Bahasa Daerah: Faktor Penyebab dan Implikasi Etnolinguistis". Jurnal Masyarakat dan Budaya, Vol. 11(2), hlm. 280.

Cara Mengutip

Bahasa Sindang: Studi Historis Dan Kearifan Lokal: Bahasa Sindang: Studi Historis Dan Kearifan Lokal. (2024). Soeloeh Melajoe: Jurnal Peradaban Melayu Islam, 2(2), 1-11. https://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/Suluh/article/view/21059